Sebelum menikah dan setelah menikah pun, Lenny berulang kali merasakan bahwa sang suami kurang menghargainya. Saat masih pacaran, saya teringat pada cerita Lenny tentang sang suami yang merasa malu terhadap penampilan dirinya. Rasa malu itu ditunjukkan di depan teman-teman suami.
Beberapa saat setelah menikah, Lenny bercerita bahwa dirinya sering merasa menjadi outsider. Suami asyik bercerita dengan adik ipar sementara Lenny tidak pernah diajak bicara. Ia hanya diberi peran sebagai pendengar. Pernah suatu kali, ia berusaha masuk ke pembicaraan mereka, tetapi langsung dimentahkan lagi sehingga Lenny merasa dirinya sebagai seorang yang bodoh. Hebatnya (?) si Lenny, dia masih bertahan dalam perkawinan seperti itu. Sampai anak-anaknya bertanya: “Ma, sampai kapan mama bertahan? Sampai kapan mama begini?”.
Lain lagi cerita Terry. Masa pacarannya dengan seorang pemuda lumayan ganteng nyaris selalu ‘heboh’. Anehnya, mereka bisa pacaran dalam waktu cukup lama. Lebih aneh lagi, mereka akhirnya naik ke pelaminan setelah melalui masa pacaran ‘heboh’ itu.
Rupanya, kehebohan masa pacaran terus berlanjut setelah menikah. Padahal, hampir setiap tahun Terry melahirkan anak-anak yang lucu dan sehat. Kehadiran anak-anak tak mampu membendung kekisruhan dalam rumah tangga Terry. Selain selingkuh, suaminya juga ‘ringan tangan’ (‘bakat’ ini sebenarnya sudah tampak saat pacaran).
Tak tahan menghadapi ketegangan dan kekhawatiran setiap hari, dan demi keselamatan dirinya dan anak-anaknya, akhirnya Terry memutuskan bercerai dari suaminya.
Sepandai apapun seseorang, suatu saat ia tak dapat selalu menutup-nutupi dirinya yang sebenarnya. Baik suami Lenny maupun Terry sebenarnya sudah memberikan ‘tanda’ sejak mereka masih pacaran. Namun ‘tanda-tanda’ itu cenderung diabaikan oleh Lenny dan Terry dengan alasan: “Saya tidak mau berpikiran negatif tentang dia”. ‘Ketakutan’ mempunyai pikiran negatif tentang seseorang, membutakan ‘mata hati’ Lenny dan Terry.
Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan untuk melihat tanda. Pergunakanlah semaksimal mungkin kemampuan yang telah diberikan sang Pencipta. Tak perlu gundah dengan pikiran negatif. Pikiran negatif lebih didasarkan pada niat buruk. Sebab kalau demikian, berarti semua psikiater, psikolog, sosiolog, dan peneliti masalah sosial berpikiran negatif, dong! (Pantes Jakarta kebanjiran, soalnya pada cuek dengan tanda-tanda alam, sih!)
Saat anda melihat tanda dan anda menangkap ada sesuatu yang patut diperhatikan lebih seksama, perhatikanlah. Pertajam pengamatan anda agar anda dapat memahami sesuatu secara utuh, dan membuat sebuah keputusan yang tepat. Biar hidup ini menjadi lebih asssiiiiiiiikkkkkk…..
No comments:
Post a Comment